
Mengenal Teknologi Chatbot Dan Penerapannya Dalam Layanan Pelanggan – Dulu, sepuluh tahun yang lalu, memeriksa jadwal kantor dokter membuat saya pusing. Kita harus membuka website rumah sakit yang kita tuju, tulis nomor telepon, telepon, pencet nomor extension, lalu tanya ke customer department. terima kasih untuk memiliki saya. Jika tidak, alamat diulangi dari awal.
Sebenarnya, orang yang sakit membutuhkan perawatan segera. Sedikit keterlambatan bisa berakibat fatal. Lebih baik lagi jika hanya dingin. Cobalah jika Anda memiliki penyakit jantung. Anda dapat lari (maaf) untuk mati di tempat.
Sekarang di era digital segalanya menjadi lebih mudah. Tinggal mainkan jari, jadwal praktek dokter langsung tersaji. Anda dapat memilih kapan Anda mau. Berkat chatbots – teknologi obrolan berdasarkan kecerdasan buatan – yang membuat layanan kesehatan menjadi lebih cepat.
Percaya atau tidak, obrolan di atas adalah komunikasi manusia-robot. Lebih tepatnya saya bersama chatbot RS Harum Sisma Medica. Dalam waktu kurang dari tiga detik, saya sudah tahu jadwal dokter hari ini. Saya juga dapat mengatur waktu perjalanan saya dengan lebih tepat.
Ingatlah bahwa contoh di atas hanyalah sebuah contoh. Nyatanya, masih banyak lini kehidupan lain yang dipermudah dan dipercepat oleh chatbots.
Data Statista menunjukkan bahwa enam industri yang memiliki tingkat adopsi chatbot tertinggi adalah ritel online, kesehatan, telekomunikasi, perbankan, konsultasi keuangan, dan asuransi.
Toko online adalah yang paling sensitif di antara semuanya. Bayangkan saja Anda menjadi pemilik toko online, memiliki dua karyawan dan kemudian menerima 1000 pesanan per hari. Jika Anda menjadi sukarelawan satu per satu, Anda pasti tidak akan bisa.
Sudah begitu, Anda juga berisiko ditinggalkan oleh pelanggan jika pesanan tidak segera dijawab. Karena sebuah studi oleh Sprout Social (2016) mengatakan bahwa 89 persen obrolan tidak dijawab. Jika ini terjadi pada pelanggan Anda, 1 dari 3 orang akan beralih ke pesaing Anda.
Dalam beberapa kasus menambah karyawan juga bukan solusi yang tepat. Anda harus memikirkan risiko penipuan karena proses rekrutmen, biaya gaji tambahan, rentang kendali yang terbatas. Jika skala bisnis Anda terbatas, ini tidak membantu, dan bahkan lebih menjengkelkan.
Dengan bantuan chatbots, Anda tidak perlu takut kewalahan dengan pesanan dan kehilangan pelanggan. Karena semua tahapan pemesanan, mulai dari salam awal hingga pemilihan produk hingga pembayaran, dapat ditangani secara otomatis.
Berbagai kemudahan yang kita nikmati merupakan anugrah Revolusi Industri 4.0. Teknologi modern – seperti kecerdasan buatan (AI), Internet of Things (IoT), komputasi awan, dan data besar – digunakan untuk menghasilkan produk dan layanan yang memenuhi kebutuhan pelanggan.
Kata kunci yang ditekankan adalah pelanggan. Di era sekarang ini, semua perusahaan berlomba-lomba untuk memperkenalkan produk yang semakin customer centric. Sebut saja layanan on-demand, marketplace online, e-wallet dan fintech money.
Hanya saja, pemanfaatan teknologi dan informasi 4.0 di Indonesia umumnya masih terbatas pada sektor jasa. Padahal, di tingkat nasional, teknologi informasi juga harus diterapkan di sektor riil, seperti manufaktur, pertanian, dan pertambangan. Karena perekonomian nasional kita masih ditopang oleh ketiga sektor tersebut.
Jika ini bisa tercapai, dampaknya akan sangat besar. McKinsey juga memperkirakan bahwa penggunaan digitalisasi dapat menambah nilai produk domestik bruto (PDB) hingga US$120 miliar pada tahun 2025.
Dalam menghadapi digitalisasi yang mengerikan, kita patut bersyukur. Studi McKinsey (2018) menempatkan Indonesia sebagai negara paling optimis kedua dalam menyambut Industri 4.0 di Asia Tenggara (nilai: 78 persen).
Kita kalah dari Vietnam (79%), dua negara tetangga lainnya: Thailand (72%) dan Singapura (53%).
Dengan harga Rp3 juta, pemerintah juga meluncurkan roadmap menuju Indonesia 4.0 pada 4 April 2019. Dalam roadmap tersebut, ada 5 sektor prioritas yang akan digerakkan oleh sentuhan teknologi: makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi, otomotif, elektronik, dan kimia.
Untuk mengukur tingkat kesiapan perusahaan menyongsong Industri 4.0, Kementerian Perindustrian merilis Indeks Kesiapan Industri 4.0 Indonesia (INDI 4.0). Tahun ini ada 323 perusahaan besar yang menyelesaikan penilaian mandiri INDI 4.0.
Namun, hasilnya belum terlalu menggembirakan. Indeks rata-rata masih sekitar 2 dari 4 maks. Artinya, sektor manufaktur kita belum sepenuhnya beralih ke Industri 4.0. Masih ada celah yang harus diisi, masih ada ruang untuk perbaikan.
Salah satu cara untuk mengisi celah tersebut adalah penerapan chatbots di sektor manufaktur. Teknologi berbasis AI ini berfungsi mensimulasikan percakapan sesuai dengan aturan dan batasan yang ditetapkan pemilik.
Selain digunakan untuk layanan pelanggan, saya membayangkan teknologi chatbot juga bisa diadopsi dalam proses pemasaran atau pengadaan. Misalnya saya menjual batik Pekalongan.
Dengan bantuan chatbot, pemilik pabrik batik bisa langsung terhubung dengan end user tanpa perantara. Melalui chatbots, pelanggan dapat memilih batik sesuai dengan ukuran, motif, dan harga yang diinginkan. Semua tanpa tenaga manusia.
Sebagai hasil dari jangkauan distribusi yang luas, penjualan juga tumbuh pesat. Jika sentra-sentra batik di seluruh Indonesia bisa melakukan ini, bukan tidak mungkin produk tekstil kita menguasai pasar Indonesia – berdiri di atas kaki sendiri. Ini adalah tujuan dan harapan kita bersama.
Perkembangan teknologi dan informasi terus berlanjut. Dua puluh tahun yang lalu, publik mulai menggunakan Internet. Sepuluh tahun yang lalu kami menggunakan teknologi pesan instan untuk berkomunikasi. Lima tahun lalu, seiring dengan maraknya teknologi smartphone, muncullah aplikasi seluler.
Sejak tahun 2017, chatbot sudah sering digunakan oleh berbagai perusahaan. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan cepat dan mudah serta memahami kebutuhan pelanggan.
Nah, tren ini diperkirakan akan meningkat dalam sepuluh tahun ke depan. Faktanya, Business Insider memperkirakan bahwa 80 persen perusahaan terbesar di dunia akan menggunakan chatbot pada tahun 2020.
Saat ini, chatbots adalah cara tercepat untuk berkomunikasi dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Survei IQ Facebook mengatakan bahwa 59 persen pelanggan di seluruh dunia mengakui bahwa fitur chatbot memberikan respons lebih cepat daripada alat komunikasi tradisional lainnya.
Karena ditenagai oleh teknologi AI, akurasi respons chatbot rata-rata di atas 80 persen. Sekali lagi, ini adalah hasil studi Facebook IQ yang dilakukan di empat negara di dunia.
Jadi, menurut NewVoiceMedia, 48 persen pelanggan siap menggantikan layanan pelanggan manusia dengan chatbot. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas layanan chatbot secara umum sudah memadai.
Dengan chatbot, pemilik bisnis tetap bisa menyapa pelanggan 24 jam sehari tanpa gangguan. Setiap kali pelanggan membutuhkan informasi, chatbot akan setia melayaninya. Hal ini tidak akan terjadi jika dijalankan dengan tenaga manusia.
Inilah alasan mengapa sebagian besar perusahaan mendorong adopsi teknologi chatbot. Riset IBM menyatakan bahwa teknologi chatbot dapat mengurangi sekitar 30 persen biaya manajemen pelanggan. Itu angka yang sangat besar dalam hal efisiensi.
Oleh karena itu, Juniper Research memberanikan diri untuk memprediksi bahwa penerapan teknologi chatbot global akan menghemat US$8 miliar di masa mendatang. Tidak hanya pemilik bisnis, kita sebagai konsumen juga akan diuntungkan karena harga produk dan layanan menjadi lebih murah.
Nah, dengan lima manfaat di atas, tak heran jika chatbot semakin banyak digunakan di Indonesia. Sederhananya, dibandingkan dengan negara lain, perkembangan chatbot di Indonesia jauh lebih menantang.
Mengapa? Karena di Indonesia kita sudah terbiasa menggunakan bahasa Indonesia. Prosesnya bisa lebih mudah jika hanya menggunakan kata baku. Masalahnya, di luar suasana formal, kita terbiasa menggunakan kata-kata informal atau slang untuk berkomunikasi.
Juga, kita sering mencampur bahasa Indonesia dengan bahasa daerah. Seperti yang Anda ketahui, ada lebih dari 700 bahasa daerah di Indonesia. Oleh karena itu, mengembangkan chatbot yang dapat menyesuaikan dengan budaya berkomunikasi dengan masyarakat Indonesia bukanlah pekerjaan yang mudah.
Namun, kami tidak bisa menyerah begitu saja. Tidak mudah, jauh dari tidak mungkin. Chatbot berbahasa Indonesia harus terus berkembang dan berbenah jika ingin negara ini maju.
Beruntung kini ada Chatbotika, chatbot berbahasa Indonesia yang dibuat oleh Botika. Teknologi chatbot yang diciptakan startup Indonesia ini memang berbeda. Karena Chatbotica dilengkapi dengan teknologi Natural Language Processing (NLP).
Dengan teknologi NLP, Chatbotika juga memahami singkatan dan jargon, belum lagi kata-kata standar. Tidak hanya itu, teknologi machine learning memungkinkan chatbot untuk belajar dari data yang ada, kemudian mengambil keputusan yang tepat berdasarkan data tersebut.
Percakapan awal saya dengan chatbot RS Harum Sisma Medica adalah contoh bagaimana perusahaan menerapkan chatbotica. Selain Rumah Sakit Harum Sisma Medica, saat ini lebih dari 100 perusahaan telah mempercayakan teknologi chatbotnya kepada Botica.
Fungsi utama asisten obrolan adalah melayani pelanggan online dari tahap pemesanan hingga transaksi pembayaran. Chat assistant bisa digunakan untuk berbagai bidang usaha lainnya, seperti percakapan saya dengan chatbot di RS Harum Sisma Medica.
Jika Anda memiliki toko online, Chatbotika adalah solusi yang tepat untuk menjaga hubungan pelanggan. Selain toko online dan rumah sakit, Chatbotika juga sudah diterapkan di bidang komunikasi. Maya, asisten virtual media sosial XL, adalah salah satu contohnya.
Dengan Chatbotika, Anda tidak perlu bosan membuka obrolan satu per satu. Karena dengan fitur Chat Console, Anda bisa melihat dan membalas pesan yang masuk dalam satu console. Semakin cepat pelanggan mendapat respons, semakin baik layanan yang Anda berikan.
Satu chatbot untuk semua media sosial. Anda hanya perlu membuat chatbot dan siap bekerja di berbagai saluran media sosial seperti LINE, Facebook Messenger, Telegram, Web Widget, Mobile App. Mudah bukan?
Chatbotica tidak hanya mencakup layanan pelanggan tetapi juga transaksi pembayaran. Dalam suatu Layanan, Chatbotica akan mengarahkan pelanggan ke berbagai opsi transaksi pembayaran yang Anda tentukan.
Dengan begitu, Anda tidak perlu khawatir untuk melacak apakah produk itu sudah dibayar atau belum. Pelanggan juga lebih nyaman karena proses pembelian akan lebih cepat dan mudah.
Chatbotica juga menawarkan menu analisis data. Memungkinkan Anda untuk menganalisis data layanan pelanggan dalam bentuk penyediaan peningkatan layanan di masa mendatang.
Fitur ini sangat berguna bagi para pebisnis. Karena pebisnis yang cerdas adalah yang bisa memanfaatkan peluang sekecil apapun termasuk menutup transaksi. Belajar dan belajar agar bisnis terus berkembang.
Revolusi Industri 4.0 merupakan era yang tidak dapat dihindari. Semua negara akan terkena dampaknya, termasuk Indonesia. Pertanyaannya adalah apakah Anda siap?