
Mengunjungi Candi Mendut: Menemukan Keindahan Arsitektur Buddha Di Magelang – Candi Pawan merupakan candi kecil tersembunyi yang dikelilingi rumah penduduk, sekitar 1,1 km sebelah barat Candi Mendat. Candi Pawan berada pada poros garis antara Candi Mendat dan Candi Borobudur sehingga menimbulkan dugaan bahwa ketiga candi Budha ini saling berkaitan erat. Kemiripan motif pahatan juga diperhatikan.
Seluruh bagian Pawan Mandir dihias dengan dekorasi yang cantik. Para pematung pada masa itu menunjukkan betapa tingginya nilai seninya. Setiap ornamen memiliki arti tersendiri, terkait erat satu sama lain dan membentuk satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Salah satu ciri candi Pawan adalah adanya relief Kanara Kanari pada badan candi yang menggambarkan dewa berwujud manusia setengah burung. Mereka berdiri di bawah pohon Kalpatra atau pohon kehidupan. Ada kotak uang di sekitar pohon.
Candi Pawan merupakan salah satu candi Buddha, terlihat dari susunan stupa di atap candi. Namun, tubuh candi Pawan setinggi candi India lainnya. Padahal, candi Budha pada umumnya sangat kotor.
Aula candi di Pawan awalnya berisi arca bodhisattva yang memberi penghormatan kepada Raja Indra, yang diyakini telah mencapai status bodhisattva. Prasasti Karing Tengah menyatakan bahwa arca tersebut bercahaya. Patung tersebut diduga terbuat dari perunggu sehingga memantulkan cahaya saat terkena cahaya. Namun sayang, patung tersebut hilang.
Pura Pawan juga dikenal secara lokal sebagai Pura Brijanalan karena terletak di Dusun Terjadwal. Istilah Brijanalan berasal dari kata Sansekerta vajra (halilintar) dan anala (api) yang diasosiasikan dengan arca Bodhisattva yang memancar dari vajra ini.
Candi Pavon diyakini didirikan oleh cucu Sialandra antara abad ke-8 dan ke-9 M, namun karena kurangnya bukti kuat tidak diketahui kapan didirikan.
Candi Pawan ditemukan dalam keadaan bobrok yang ditumbuhi semak-semak pada akhir abad ke-19, dan pekerjaan pemugaran dimulai pada tahun 1903. Candi Pawan juga dipugar pada tahun 1897-1904. Kemudian von Erp berlanjut pada tahun 1908.
JGD Kasparis, Candi Pavan, merupakan tempat abu Indra (782-812), ayah dari cucu Sailandra, Raja Samarartungga. Nama Pavon yang diterjemahkan oleh Casparis berasal dari kata pawan yang berarti tempat penyimpanan avu (abu). Sedangkan kata pawan dalam bahasa Jawa berarti “dapur”. Prof. Dr. Dr. R. Poerbatjaraka, Candi Pavon Upa Angga, merupakan bagian dari candi Borobudur, seperti sisa-sisa sebuah rumah.
Candi Pawan memiliki tata letak bujur sangkar 10 m x 10 m dengan tinggi total 13,3 m. Bangunan gereja menghadap ke barat. Secara arsitektur bangunan candi terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kaki, badan dan atap.
Anjungan (batur) setinggi 1,5 meter ini dihiasi dengan hiasan bunga dan tanaman rambat bermotif indah dan masih terlihat bagus.
Di puncak tangga terdapat sepasang ujung dengan lidah panjang yang membentuk perhentian untuk pipi tangga yang mengarah ke tangga terendah. Muka bawah tangga masih terpahat di sisi kanan dengan makhluk mikara yang tidak berubah.
Bagian luar tubuh candi dihiasi dengan arca Bodhisattva. Pintu masuk kapel berupa tribun berukuran 2,65 m x 2,64 m dan tinggi 5,20 m. Di ambang pintu masuk terdapat ornamen benteng.
Di bagian atas dinding candi juga terdapat jendela-jendela kecil yang berfungsi sebagai ventilasi. Di antara kedua jalur tersebut terdapat arca Kamuda.
Kamar mayat kapel saat ini kosong, tetapi setelah diperiksa dengan cermat, jejak patung dapat dilihat di sana. Idola yang hilang pasti telah dicuri oleh seseorang.
Atap gereja berbentuk bujur sangkar berjenjang dengan tiang-tiang yang lebih kecil di setiap sisinya. Sebuah stupa besar ditempatkan di atasnya.
Dengan harga tiket Rp 10.000 per orang, Anda sudah bisa mengunjungi Candi Mendut yang letaknya tidak jauh dari Candi Pawan dan Candi Pawan.
Candi Pawan terletak di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, sekitar 1,75 km sebelah barat Candi Borobudur dan 1,15 km sebelah timur Candi Mendut.
Candi Pavon dapat diakses dengan kendaraan pribadi. Jika berangkat dari Ogyakarta atau Malioboro akan memakan waktu sekitar 1 jam.
Jika ingin menggunakan kendaraan umum, dari Stasiun Togo atau Malibu, Anda bisa naik bus Trans Jogja menuju Terminal Jombor. Harganya hanya Rp 3500.
Turun di Terminal Jombor, kamu naik bus medium atau 3/4 tujuan Borobudur. Tarif bus berkisar dari Rp 10.000 hingga Rp 15.000. Perjalanan akan dimulai dari terminal Jombor-Malati-Mantelan dan akan melewati jalan kota kecil berakhir di terminal Candi Borobudur.
Candi Pawan tidak begitu jauh, hanya 1 km atau 15 menit berjalan kaki. Namun, jika lelah, Anda bisa naik kanopi atau kereta kuda. Ongkos dapat dinegosiasikan dengan driver atau coach driver.
Lebih mudah jika menggunakan mobil sewaan. Selain repot berganti pekerjaan, kamu bisa langsung ke Pawan Mandir tanpa capek. Anda juga bisa leluasa mengunjungi tempat wisata lainnya seperti Candi Borobudur dan Candi Mendut. Candi kecil ini terletak sekitar 3 km dari candi Borobudur. Tanah ini berada dalam satu garis lurus imajiner dengan Candi Pawan dan Candi Borobudur. Candi Mendut dianggap paling tua diantara 3 candi.
Lihat di kaki candi Mendut, terdapat sekitar 31 panel relief yang mengajarkan ajaran moral Sang Buddha dengan menggunakan wujud binatang sebagai pelakunya. Ceritanya memiliki tema yang berbeda, seperti burung dan kura-kura, Brahmana dan kepiting, Dharma Buddhi dan Dast Buddhi, serta dua burung merpati yang berbeda. Cerita ini asyik untuk disimak dan menjadi pelajaran berharga.
Jika Anda memasuki ruang dalam Candi Mendut, Anda akan melihat 3 patung Buddha berukuran besar yang tingginya mencapai 3 meter. Di tengah adalah sosok duduk khotbah Kakimuni (Dharmakraprapuratna mudra). Di sebelah kanan adalah patung Ulokitesvara, menopang seorang pria bodhisattva. Di sebelah kiri adalah patung Maitreya sebagai Bodhisattva yang akan membebaskan manusia di masa depan. Tiga berhala di ruangan ini dilengkapi dengan ‘Prabha’ atau cahaya ilahi di kepala mereka.
Sejak dibuka pada tahun 1836, atap Gereja Mandt pada dasarnya telah hilang. Setiap lantai atap memiliki 48 kolom dekoratif kecil. Tingkat pertama terdiri dari 24 stupa, tingkat kedua 16 stupa dan paling atas 8 stupa.
Ada pula jenis stupa yang menjulur ke atas seperti silinder. Namun, rekonstruksi sedang dilakukan di sebelah utara candi Mendut dan candi tersebut masih belum selesai.
Candi Mendut berbentuk bujur sangkar dengan tinggi total 26,4 meter. Pada setiap sisi dinding badan candi terdapat relief Bodhisattva, yaitu relief dewa-dewi yang dikenal dengan nama Garbhadatta Mandala dari agama Buddha Tantra. Anda dapat melihat panduan bantuan ini (searah jarum jam).
Sebuah pohon Bodhi besar tumbuh dengan gagah di halaman candi. Umat Buddha percaya bahwa pohon ini adalah tempat Siddhartha Gautama menerima ajaran agungnya. Banyak pendaki, terutama anak-anak, senang bergelantungan di pohon ini seperti Tarzan.
Perayaan Waisak selalu dimulai dari candi Mandut saat bulan purnama. Air suci dari mata air bersih di Temanggung akan ditampung di sini. Penggunaan air dalam upacara Waisak sebagai simbol keberuntungan. Obor Vasak dari Gunung Merpin ditempatkan di Candi Mendut sebelum dibawa ke Candi Borobudur. Biksu dan umat Buddha akan berkumpul di candi ini dan kemudian melanjutkan perjalanan ke candi Borobudur.
Candi Mendut merupakan candi Budha Mahayana yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Indra, cucu Sailendra.
Menurut Prasasti Karing Tengah (824 M), Raja Indra membangun sebuah bangunan suci di hutan bambu yang disebut Karmad Vinvana, yang berarti bangunan suci. JG Arkeolog Belanda de Casparis mengaitkan kata tersebut dengan penciptaan Kuil Mandt.
Saat pertama kali ditemukan pada tahun 1836, candi Mendut sempat runtuh akibat tertimbun tanah dan tertutup semak belukar. Seluruh bagian candi Mendut sudah ditemukan, kecuali atapnya.
Antara tahun 1897 hingga 1904, kaki dan badan Candi Mandt berhasil dipugar oleh Pemerintah Hindia Belanda. Empat tahun kemudian, pada tahun 1908, T. van Erp memperbaiki bentuk atap, menata ulang stupa, dan memperbaiki bubungan atap.
Pekerjaan pemeliharaan dihentikan dan dilanjutkan kembali pada tahun 1925, menghasilkan beberapa stupa kecil yang dapat dipugar di atap candi.
Berdasarkan temuan prasasti pendek di atas pintu masuk, candi Mendut dianggap lebih tua dari candi Borobudur. Secara arkeologis, prasasti ini identik dengan prasasti yang ditampilkan di atas panel relief Karmavibhanga di candi Borobudur.
Sekitar 100 tahun kemudian, Candi Mendut menjadi tempat ziarah umat Buddha. Candi Mendut kemudian terbengkalai dengan runtuhnya Kerajaan Mataran kuno, tertimbun lumpur dan pasir akibat letusan Gunung Merapi, gempa bumi dan hilangnya batu candi karena digunakan penduduk setempat untuk kebutuhan pribadi.
Candi Mandt terbuat dari batu andesit di bagian luar dan batu bata di bagian dalam bangunan. Sekilas, itu tidak masalah.
Candi Mendut berukuran 10×10 m2 menghadap barat laut dan tinggi bangunan 13,3 m2. Bator (kaki candi) tingginya 3,7 meter dan memiliki 14 anak tangga. Di puncak candi terdapat langkan (tembok) setinggi 1 meter dan lebar 2,48 meter.
Pangkal pipi tangga dihiasi dengan sepasang gulungan (kepala naga dengan gading, singa di mulut). Di bawah kepala naga terdapat panel berbentuk segel (Ghana).
Di depan pintu masuk terdapat sebuah kuil dengan relief satu lantai. Posisinya berada di kanan dan kiri pintu masuk ke ruang utama candi. Dinding stan pertunjukan dihiasi dengan relief Koira atau Otaka dan relief Hariti. Relief Kuvira terpahat di dinding utara dan relief Hariti di dinding selatan.
Terdapat jaladwar atau saluran untuk mengalirkan air di beberapa tempat di dinding luar dinding candi Mendut.