
Revolusi Teknologi 5g: Dampaknya Bagi Industri Dan Konsumen – Bisnis.com, JAKARTA – 5G menjanjikan lebih banyak konektivitas seluler yang sebelumnya dibatasi oleh imajinasi. Koneksi super cepat, kapasitas jumbo, dan akses hampir tanpa jeda menarik peminat.
Semua fitur ini selalu menjadikan 5G sebagai kunci revolusi industri 4.0. Meskipun banyak pemangku kepentingan yang bersemangat untuk menghadirkan 5G ke Indonesia, permintaan untuk jaringan generasi kelima ini tidak kuat karena kurangnya aplikasi potensial (use case) di negara tersebut.
Ketua Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) Kristiono menggambarkan 5G sebagai “bagus untuk dimiliki, tetapi tidak ideal”. Tanpa demand yang kuat, kata dia, kehadiran 5G di Indonesia tidak terlalu menguntungkan karena investasi operator telekomunikasi tidak sebanding dengan returnnya.
Menurutnya, 5G di Indonesia saat ini hanya bisa mendukung dua keunggulan. Pertama, meningkatkan kapasitas 4G di beberapa wilayah di luar kemampuan 4G. Kedua, meningkatkan kapasitas jaringan telepon tetap nirkabel.
Selain itu, perangkat Internet of Things (IoT) yang saat ini ada di Indonesia juga belum membutuhkan 5G. Pengecualian misalnya, perangkat IoT yang membutuhkan kapasitas tinggi, latensi pendek, dan besar dengan pembaruan perangkat yang cepat, seperti sektor pertanian.
Masalah dengan penyebaran 5G bukan hanya tentang aplikasi. Kristiono juga mempromosikan beberapa generasi di Indonesia, seperti 2G, 3G, 4G dan 4.9G. Nilai ini dianggap sangat besar dalam kondisi spektrum frekuensi yang terbatas.
Di negara lain, satu generasi biasanya ditinggalkan agar generasi lain dapat menggunakan kembali frekuensi tersebut. Dalam hal ini, sebagian besar negara menolak 3G karena untuk sementara menggantikan 4G.
Denny Setiawan, Direktur Pengelolaan Sumber Daya Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, mengatakan pemerintah saat ini terus mengkaji penggunaan 5G.
Diakuinya, di seluruh dunia, negara yang belum siap mengadopsi 5G bukan hanya Indonesia. Menurutnya, kemungkinan masyarakat baru bisa menikmati 5G setelah sekitar 1-2 tahun.
“Saya kira semua negara masih mengawasi, tapi belum ada yang berhenti, minimal di Asean, kita tidak ketinggalan,” kata Denny.
Diakui Denny, permasalahan 5G bukan hanya persoalan demand, tapi juga spektrum dan ekosistem yang belum terbentuk. Dari perspektif ekosistem, 5G sejauh ini hanya dimanfaatkan oleh konsumen, dan belum merambah industri.
Terkait spektrum frekuensi, Kementerian Komunikasi dan Informatika masih menyiapkan frekuensi yang digunakan dalam 5G. Saat ini pita frekuensi yang tersedia untuk 5G adalah 3,5 GHz dan 2,6 GHz. Sayangnya, kedua frekuensi ditempati.
Dari sisi community leverage, Denny menunjuk hasil survei Ericsson Consumer Lab 2019 yang menunjukkan masyarakat menginginkan hadirnya 5G karena membutuhkan internet berkecepatan tinggi.
Sementara itu, Ericsson menyajikan informasi berbeda. Menurut Ericsson, keberadaan generasi kelima masih dinantikan. Ericsson melihat hal ini membawa banyak manfaat, seperti efisiensi dan pengalaman baru bagi masyarakat.
Pada 2024, pertumbuhan lalu lintas data seluler diperkirakan meningkat lima kali lipat tahun ini. Pada saat yang sama, hingga 25 persen lalu lintas data diperkirakan berasal dari 5G.
Lebih dari separuh pengguna smartphone Indonesia akan berpindah operator seluler dalam waktu enam bulan jika operator seluler mereka tidak mengaktifkan 5G, kata Jerry.
Kajian Consumer Lab juga menyiapkan road map penggunaan 5G di Indonesia. Berdasarkan penelitian, 5G dapat digunakan pada kendaraan otomatis, bioskop VR, game VR, sistem peringatan dini, sensor rumah, drone, dan lainnya.
Jerry mengklaim pihaknya merupakan perusahaan pertama yang menghadirkan 2G, 3G, dan 4G ke Indonesia dan melakukan uji coba 5G. “Dengan 18 kontrak 5G yang diumumkan, kami telah mengirimkan 3 juta radio 5G Ready ke pelanggan kami di seluruh dunia,” kata Jerry.
Ericsson memiliki pilihan penyedia layanan untuk mengaktifkan 5G. Saat ini, perusahaan telah meluncurkan jaringan 5G secara komersial di Amerika Serikat, Australia, serta kawasan Eropa dan Asia.
Jerry menambahkan, operator Indonesia akan mendapatkan keuntungan pendapatan 30 persen lebih banyak dari peluang pasar yang mendukung 5G pada 2026.
Tidak ada yang salah dengan hasil riset Ericsson, karena merupakan gambaran beberapa tahun ke depan. Namun perlu diperhatikan bahwa setiap potensi penerapan 5G di Indonesia harus didukung oleh iklim, ekosistem, dan regulasi.
Jika tidak, kami khawatir kata-kata Kristiono benar, bahwa 5 tahun ke depan 5G akan ada, tetapi tidak akan berguna.
Kementerian Sains dan Kesehatan sedang bereksperimen dengan operasi bedah jarak jauh dengan 5G, lebih murah? 20 jam yang lalu
Daftar Kode Redeem Free Fire Gaming Hari Ini 29/5/2023 Skin unik gratis 2 jam yang lalu Dipercaya bahwa teknologi 5G akan meningkatkan kualitas hidup kita. Namun, penerapannya masih menimbulkan kekhawatiran akan dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia.
Standar dunia yang dibentuk oleh teknologi internet nirkabel generasi kelima, atau 5G paling populer. Menurut studi yang dilakukan oleh Polytechnic Mersing, teknologi 5G mendorong perluasan penggunaan
Internet 5G adalah generasi terbaru dari jaringan Internet nirkabel yang dirancang untuk menghubungkan segalanya dan hampir segalanya. Melalui 5G, perangkat yang berbeda dapat dihubungkan untuk menjalin koneksi satu sama lain.
Dalam hal kecepatan, teknologi 5G juga menawarkan kecepatan berkali-kali lipat dari 4G, rata-rata sekitar 45 Mbps [megabit per detik].
Sinyal 5G ditransmisikan melalui banyak stasiun sel kecil yang dapat dipasang di tiang lampu atau di atap gedung. Sinyal hanya dapat menempuh jarak pendek [gelombang pendek] di mana cuaca dan fisika seperti bangunan dapat mengganggunya. Semakin pendek gelombangnya, semakin tinggi frekuensinya dan semakin banyak data yang dapat dibawanya [Edwien Satya, 2019].
Saat ini, sekitar 34 negara telah mengadopsi teknologi 5G. Awalnya, Indonesia seharusnya masuk dalam daftar negara peserta, namun akhirnya dibatalkan. Kementerian Komunikasi dan Informatika memutuskan untuk mengakhiri proses seleksi pengguna pita frekuensi radio 2,3 GHz yang cocok untuk jaringan 5G.
Kementerian mengklaim bahwa akhir dari proses seleksi adalah langkah pencegahan yang bertujuan untuk menyelaraskan ketentuan penerimaan negara bebas pajak [PNBP] di masing-masing sub-daerah. Khususnya Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2015 tentang Kementerian Komunikasi dan Informatika tentang jenis dan tarif penghasilan pemerintah bebas pajak.
Contoh pesatnya perkembangan kota yang seringkali mengorbankan kelestarian alam dan juga menimbulkan masalah lingkungan baru. Foto: Hidayaturohman/ Indonesia
Sebuah revolusi besar dikatakan melanda berbagai bidang kehidupan kita dengan teknologi 5G. Tidak terkecuali sektor lingkungan.
Banyak masalah lingkungan yang saat ini melanda kota-kota kita. Misalnya masalah kualitas air dan udara yang mengancam kesehatan masyarakat. Dengan menggunakan teknologi 5G dan menggunakan beberapa sensor khusus yang terhubung secara nirkabel, kita dapat dengan mudah mendeteksi polusi air dan polusi udara. Padahal, mengetahui sumbernya juga mudah untuk mengambil tindakan yang diperlukan.
Dalam hal kemacetan lalu lintas, teknologi 5G akan membantu menciptakan manajemen lalu lintas yang lebih baik. Semua orang tahu bahwa kemacetan lalu lintas adalah mimpi buruk di kota-kota besar, termasuk kota-kota besar di negara kita. Kemacetan lalu lintas menyebabkan hilangnya waktu dan uang, juga mempengaruhi kesehatan mental berupa stres dan depresi.
Dengan bantuan kamera dan beberapa sensor, teknologi 5G akan mampu menciptakan sistem kontrol lalu lintas yang lebih dinamis dan akurat. Dengan cara ini, ini mengurangi konsumsi energi dan mengurangi waktu yang terbuang.
Di sektor real estate, teknologi 5G diyakini mampu mengurangi pemborosan energi secara signifikan. Saat ini, industri real estat menggunakan banyak energi untuk penerangan, pemanasan, pendinginan, dan keperluan lainnya. Sektor ini mengkonsumsi sekitar 42 persen konsumsi energi dunia.
Dengan teknologi 5G, semuanya diatur menjadi otomatis dan dinamis. Misalnya, lampu mati dengan sendirinya saat tidak ada orang di dalam ruangan. Dan sebaliknya.
Kehadiran teknologi 5G diharapkan tidak hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga tidak berdampak negatif bagi kesehatan masyarakat, khususnya dalam hal radiasi. Foto: Djoko Subinarto
Di tingkat global, penggunaan teknologi 5G akan membantu menyelesaikan masalah perubahan iklim. Sekelompok peneliti dari Universitas Zurich dan Empa [lembaga penelitian multidisiplin yang berlokasi di Dubendorf, Swiss] menganalisis bahwa penggunaan 5G dapat mengurangi emisi gas rumah kaca.
Tim peneliti menyimpulkan bahwa mengingat lalu lintas data akan meningkat delapan kali lipat di masa depan, 5G akan lebih efisien dan memungkinkan munculnya berbagai alat aplikasi inovatif yang mendorong terciptanya model kerja manusia yang lebih fleksibel. Lalu lintas lebih teratur, sistem pertanian lebih baik, yang pada gilirannya membantu mengurangi emisi CO2.
Kelompok riset memperkirakan bahwa penggunaan 5G pada tahun 2030 akan mengurangi emisi sekitar 85 persen per unit data yang dikirim dibandingkan dengan teknologi internet nirkabel saat ini. Menurut tim peneliti, transmisi data yang lebih cepat dan andal dalam jaringan 5G mendukung cara kerja yang lebih fleksibel, mengurangi lalu lintas perjalanan dan perjalanan kerja.
“Kemajuan teknologi, jika diterapkan dengan bijak, dapat sangat membantu mengurangi emisi karbon dioksida,” kata Roland Hischier dari lembaga riset Empa.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh University of Zurich dan lembaga penelitian Empa semakin menegaskan banyak hasil penelitian lainnya terkait dampak positif penggunaan teknologi 5G dalam meningkatkan kualitas lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. .
Meskipun teknologi 5G dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan, ada kekhawatiran akan efek kesehatan yang negatif.
Baru-baru ini, lebih dari 180 ilmuwan dan dokter dari 36 negara memperingatkan Uni Eropa tentang bahaya 5G, terutama peningkatan besar paparan radiasi dan radiasi elektromagnetik.
[RF]. Ilmuwan dan dokter mendesak Uni Eropa untuk mematuhi Resolusi Dewan Eropa 1815 dan menuntut pembentukan kelompok kerja independen untuk menilai dampak kesehatan dari penggunaan teknologi 5G.
Badan Internasional untuk Penelitian Kanker (IARC) Organisasi Kesehatan Dunia baru-baru ini mengklasifikasikan radiasi RF sebagai “kemungkinan karsinogenik bagi manusia” berdasarkan studi yang menunjukkan hubungan antara radiasi RF dan tumor otak tertentu. . Namun, IARC mengakui bahwa masih ada bukti tentang hal ini